Film Sekarang Kamu Berubah merupakan film yang dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Teknik komunikasi, berikut uraian sinopsis dan skenario adegan film pendek bertema revitalisasi pasar tradisional tersebut.
Poster Film Sekarang Kamu Berubah |
Sinopsis
Suara si jago berseru menyambut dekapan hangat mentari pagi diiringi segarnya dahan merekah. Semua bersiap, emua bergegas untuk menjalani hari menghadapi perputaran roda kehidupan. Tak terkecuali Ibu Asbi, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pedagang di salah satu pasar tradisional. Dengan bermodalkan bakul gendong beliau lekas pergi dengan berjalan kaki menuju sebuah pasar. Pasar itulah tempat yang telah berpengaruh besar terhadap kehidupan Bu Asbi.
Kini bergema di masyarakat akan pembaharuan pasar, atau yang biasa kita sebut revitalisasi pasar. Tujuannya besar, agar pasar tradisional dapat bersaing secara kualitas dengan pasar modern. Pembaharuan ini lantas membuat beberapa pedagang berharap besar dengan adanya program ini. mereka berharap kondisi kegiatan di pasar dapat lebih meraih omset yang optimal sehingga dapat memajukan kualitas hidup mereka. Adanya kabar revitalisasi tersebut merupakan angin segar bagi mereka yang menggantungkan hidupnya di pasar. Pertanyaan-ertanyaan pun mulai terlontar dari bibir merka. Akankah menyejahterakan kami? Atau malah sebaliknya?
[Monolog] Dunia menawarkan beragam pilihan untuk dijalani, memilih memang mudah. Namun, memperoleh pilihan yang kita pilih memang butuh perjuangan. Ya, setiap hari dalam proses mencapai pilihan ialah tantangan, tantangan merupakan bagian dari perjuangan, perjuangan ialah pengorbanan yang kita lakukan. Lelah dan putus asa akan kita hadapi setiap kita merasakan bosan dengan hasil sementara yang kita perolehi selalu sama setiap saatnya, tanpa ada kenaikan, malah penurunan progres yang terjadi. Namun, kedua hal tersebut bukanlah penghalang besar, kita hanya harus berjuang lebih keras lagi, dan yakin karena hati menjalani ikhlas yang disertai iringan doa bahwa akan ada hasil baik yang diperoleh nantinya....
[Monolog] Hal itu yang aku (Ibu pedagang sayur) yakini.... Semoga saja.... Aamiiin
BABAK II
Gelapnya malam itu tak menghalangi kaki kecil yang lelah dan rasa kantuk yang ada pada wajah letih tersebut untuk tetap berjalan ke pangkalan luwak sayur dari truk-truk yang berada sekitar 10 kilometer dari gubuk mewah yang dimilikinya. Tak lupa sembari berdoa untuk kelancaran hari ini kepada Tuhan. Akhirnya sampai Ibu tersebut pada luwakan tersebut, ia berbelanja sesuai dengan catatan daftar belanjaan yang ia telah tulis malam sebelumnya, sebelum ia beristirahat.
Setelah mendapatkan segala belanjaan untuk dijual pada pagi harinya, ia pulang ke rumah untuk menyiapkan sarapan pagi untuk putrinya. Setalah sang suami meninggal dunia, ia yang menjadi tulang punggung keluarga. Maka dari itu, ia tak pernah patah semangat. Keinginannya sederhana, hanya ingin putrinya menjadi lebih baik dengan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi darinya. Ia telusuri pagi yang gelap tersebut dengan memanggul barang dagangan dipunggungnya dan kanan-kirinya.
BABAK III
Tepat ketika adzan subuh berkumandang, Ibu tersebut sampai ke rumah. Ibu menaruh barang dagangan, setelah itu ia bergegas mengambil air wudhu untuk menjalankan kewajibannya kepada Tuhannya. Setelah shalat tak lupa ia berdoa memanjatkan segala keluh kesah dan doa-doanya kepada Yang Maha Memiliki segala sesuatu yang ada di dunia ini. Makanan telah siap, ia membangunkan sang anak dan bergegas pamit untuk mencari sedikit rezeki demi menyambung hidup. “Nak, bangun... Ibu berangkat dulu yaaaaa....”, kata Ibu kepada anaknya. Sebelumnya ia mengecek barang-barang dagangannya sembari dirapikan dan ditata untuk dibawa ke pasar.
Ketika dirasa semua sudah rapi, ia berangkat saat matahari belum juga datang dan menerangi. Kaki kecilnya memakai sandal sebagai alas selama ia berjalan menuju pasar, sayur mayur sebagai barang dagangannya ia punggung. Kaki-kaki tersebut berjalan menelusuri jalan menuju pasar. Melewati jalur kereta, dan jalan. Matahari sedikit demi sedikit menerangi bumi dengan sinarnya. Perjalanan menuju pasar hampir sampai. Sampai juga Ibu tersebut di pasar tempat ia berjualan. Ia mulai mempersiapkan dagangannya, menggelar dagangannya dengan kain spanduk bekas partai sebagai alas, agar dagangannya tidak terkontak langsung dengan dasar/lantai.
BABAK IV
Setelah dagangan siap untuk didagangkan dengan tertata rapi, sang Ibu mulai menawarkan barang dagangannya. Ibu tetap semangat walaupun kondisi di sekitar tempat ia berdagang sangat kumuh, tidak terawat dan tidak nyaman. Banyak orang yang lalu lalang, ada yang melirik namun sering kali tak acuh dengan keberadaan pedagang dipinggir pasar seperti Ibu tersebut. Terdapat satu calon pembeli yang menanyakan harga salah satu sayur, namun ketika proses penawaran, tiba-tiba calon pembeli tersebut pergi dan menolak dengan halus.
Sang Ibu tak patah semangat ia tetap menawarkan barang dagangannya, walaupun ada pembeli yang melirik jijik ke arah barang dagangannya, namun ada yang membeli dagangan ibu tersebut. (dialog). Matahari semakin erik dan membuat sayur mayur dagangan ibu tersebut sedikit layu, keringat bercucuran di dahi sang Ibu. Ia menyeka keringatnya sambil terus menawarkan barang dagangannya.
BABAK V
Seperti biasa, preman pasar datang meminta pajak tempat penjualan, yang bukan masuk sebagai pendapatan tambahan daerah sebagai retribusi. Namun, masuk ke kantong para preman tersebut. Sang ibu menggunakan uang hasil dagangannya untuk membayar pajak tersebut agar ia tetap dapat berjualan dengan aman di sini.
Setelah preman pergi, preman sengaja menginjak kubangan becek yang berada pada sekitar dagangan ibunya, sehingga airnya terciprat ke salah satu bagian dagangannya. Ibu tersebut, akhirnya mengambil sayur tersebut dan buru-buru ia cuci agar terlihat bersih dan segar kembali. Setelah itu, ia tetap menawarkan dagangannya tak henti kepada setiap pengunjung pasar yang lewat.
BABAK VI
Seketika terjadi keributan, preman berlari kencang melewati lapak dagangan sayur ibu tersebut disusul dengan seorang wanita yang berlari mengikuti sambil berteriak copet. Ternyata preman tersebut telah berbuat ulah yaitu mencopet pengunjung pasar.
Penampilan korban pencopetan itu memang sangat menarik. Ibu tersebut menunjukkan bahwa ia orang kaya dengan baju dan tas yang dipakai, selain itu ia juga memakai perhiasan berlebih yang mengundang kejahatan. Ia tak sadar, bahwa ia bukan sedang berbelanja di sebuah supermarket, namun ia hanya berbelanja di pasar tradisional yang kumuh, bau, dan tidak nyaman.
Sang Ibu pedagang sayur miris melihat kondisi pasar yang ia tempati sebagai jualan seperti ini, tidak adanya kenyamanan yang terlihat, walaupun ia suka membandingkan kios sayur di dalam pasar dengan lapak sayur di pinggiran pasar, ia tak melihat perbedaan yang sangat signifikan. Sama-sama kotor, sama-sama tidak terawat, sama=sama bau dan sama-sama tidak nyaman.
BABAK VII
Waktu telah menunjukkan pukul 2 dimana ia harus pulang dan mulai membereskan barang dagangannya, karena pukul 1 saja sudah tidak ada pembeli yang datang untuk membeli barang dagangannya. Sambil merapikan dagangannya, tetangga lapak dagangannya mengajak ia mengobrol bahwa telah ada surat edaran yang beredar bahwa akan ada pemindahan sementara pasar, karena pasar akan digusur, dan direvitalisasi. Namun, ia mendengar dari tetangga lapak dagangannya yang tidak setuju akan hal tersebut. Terutama para pedagang kios dalam pasar yang takut nasibnya akan berubah karena belum tentu ada jaminan, mereka dapat mendapat tempat berjualan di dalam.
Semua hal kontra mengenai rencana revitalisasi terdengar dari para tetangga pasarnya, ia hanya mendengarkan tanpa berkomentar. Karena ia tak ingin cepat menyimpulkan kabar burung tersebut. Pedagang tersebut berbicara sambil pulang ke rumah membawa barang sisa dagangannya.
BABAK VIII
Namun, tak sengaja percakapan para pedagang terdengar oleh mafia proyek revitalisasi, anak buah mafia tersebut yang mendengar percakapan tersebut pun melaporkan hal tersebut kepada bosnya. Tercetuslah ide yang paling jahat dan tidak memikirkan rasa manusiawi yaitu dengan membakar pasar.
BABAK IX
Keesokan paginya...
Sang ibu yang sedang berada dikulakkan, mendengar berita bahwa pasar tempat ia berdagang telah mengalami kebakaran. Beliau pun langsung berlari menuju ke arah pasar bersama pedagang-pedagang lain yang berada dikulakkan tersebut. Ketika sampai mereka menangis, sang Ibu hanya bisa berdoa meratapi hal tersebut.
BABAK X
Beberapa bulan kemudian....
Setelah pasar dilakukan pembangunan kembali....
Sang ibu mendapatkan jatah satu kios, ketika ia berjalan membawa barang dagangannya. Ia sampa di depan kiosnya dan menyapa tukang sapu yang dulunya mantan preman pasar. Lalu membereskan barang dagangannya. Dagangan ibu tersebut laris manis, karena kondisi pasar yang sangat rapi, bersih, tertata, dan nyaman membuat banyak pengunjung tertarik membeli barang dagangannya.
BABAK XI
Setelah dagangannya laris manis, ia bersiap untuk pulang bersama pedagang lainnya. Seketika ia menemukan koran yang tergeletak di laci uang kios ibu tersebut. Ia melihat kover depannya. Temannya yang sedang menunggunya yang berhadapan dengan persis melihat heran pada ibu tersebut karena ibu tersebut senyum-senyum sendiri. Dan ibu tersebut menunjukkan artikel tersebut. Bahwa apa yang mereka pikirkan mengenai revitalisasi pasar ialah salah. Revitalisasi pasar malah membantu pedagang menjadi pedagang yang dapat bersaing dengan supermarket dengan produk yang lebih segar dibanding yang ada di supermarket.
Kini bergema di masyarakat akan pembaharuan pasar, atau yang biasa kita sebut revitalisasi pasar. Tujuannya besar, agar pasar tradisional dapat bersaing secara kualitas dengan pasar modern. Pembaharuan ini lantas membuat beberapa pedagang berharap besar dengan adanya program ini. mereka berharap kondisi kegiatan di pasar dapat lebih meraih omset yang optimal sehingga dapat memajukan kualitas hidup mereka. Adanya kabar revitalisasi tersebut merupakan angin segar bagi mereka yang menggantungkan hidupnya di pasar. Pertanyaan-ertanyaan pun mulai terlontar dari bibir merka. Akankah menyejahterakan kami? Atau malah sebaliknya?
Skenario:
BABAK I[Monolog] Dunia menawarkan beragam pilihan untuk dijalani, memilih memang mudah. Namun, memperoleh pilihan yang kita pilih memang butuh perjuangan. Ya, setiap hari dalam proses mencapai pilihan ialah tantangan, tantangan merupakan bagian dari perjuangan, perjuangan ialah pengorbanan yang kita lakukan. Lelah dan putus asa akan kita hadapi setiap kita merasakan bosan dengan hasil sementara yang kita perolehi selalu sama setiap saatnya, tanpa ada kenaikan, malah penurunan progres yang terjadi. Namun, kedua hal tersebut bukanlah penghalang besar, kita hanya harus berjuang lebih keras lagi, dan yakin karena hati menjalani ikhlas yang disertai iringan doa bahwa akan ada hasil baik yang diperoleh nantinya....
[Monolog] Hal itu yang aku (Ibu pedagang sayur) yakini.... Semoga saja.... Aamiiin
BABAK II
Gelapnya malam itu tak menghalangi kaki kecil yang lelah dan rasa kantuk yang ada pada wajah letih tersebut untuk tetap berjalan ke pangkalan luwak sayur dari truk-truk yang berada sekitar 10 kilometer dari gubuk mewah yang dimilikinya. Tak lupa sembari berdoa untuk kelancaran hari ini kepada Tuhan. Akhirnya sampai Ibu tersebut pada luwakan tersebut, ia berbelanja sesuai dengan catatan daftar belanjaan yang ia telah tulis malam sebelumnya, sebelum ia beristirahat.
Setelah mendapatkan segala belanjaan untuk dijual pada pagi harinya, ia pulang ke rumah untuk menyiapkan sarapan pagi untuk putrinya. Setalah sang suami meninggal dunia, ia yang menjadi tulang punggung keluarga. Maka dari itu, ia tak pernah patah semangat. Keinginannya sederhana, hanya ingin putrinya menjadi lebih baik dengan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi darinya. Ia telusuri pagi yang gelap tersebut dengan memanggul barang dagangan dipunggungnya dan kanan-kirinya.
BABAK III
Tepat ketika adzan subuh berkumandang, Ibu tersebut sampai ke rumah. Ibu menaruh barang dagangan, setelah itu ia bergegas mengambil air wudhu untuk menjalankan kewajibannya kepada Tuhannya. Setelah shalat tak lupa ia berdoa memanjatkan segala keluh kesah dan doa-doanya kepada Yang Maha Memiliki segala sesuatu yang ada di dunia ini. Makanan telah siap, ia membangunkan sang anak dan bergegas pamit untuk mencari sedikit rezeki demi menyambung hidup. “Nak, bangun... Ibu berangkat dulu yaaaaa....”, kata Ibu kepada anaknya. Sebelumnya ia mengecek barang-barang dagangannya sembari dirapikan dan ditata untuk dibawa ke pasar.
Ketika dirasa semua sudah rapi, ia berangkat saat matahari belum juga datang dan menerangi. Kaki kecilnya memakai sandal sebagai alas selama ia berjalan menuju pasar, sayur mayur sebagai barang dagangannya ia punggung. Kaki-kaki tersebut berjalan menelusuri jalan menuju pasar. Melewati jalur kereta, dan jalan. Matahari sedikit demi sedikit menerangi bumi dengan sinarnya. Perjalanan menuju pasar hampir sampai. Sampai juga Ibu tersebut di pasar tempat ia berjualan. Ia mulai mempersiapkan dagangannya, menggelar dagangannya dengan kain spanduk bekas partai sebagai alas, agar dagangannya tidak terkontak langsung dengan dasar/lantai.
BABAK IV
Setelah dagangan siap untuk didagangkan dengan tertata rapi, sang Ibu mulai menawarkan barang dagangannya. Ibu tetap semangat walaupun kondisi di sekitar tempat ia berdagang sangat kumuh, tidak terawat dan tidak nyaman. Banyak orang yang lalu lalang, ada yang melirik namun sering kali tak acuh dengan keberadaan pedagang dipinggir pasar seperti Ibu tersebut. Terdapat satu calon pembeli yang menanyakan harga salah satu sayur, namun ketika proses penawaran, tiba-tiba calon pembeli tersebut pergi dan menolak dengan halus.
Sang Ibu tak patah semangat ia tetap menawarkan barang dagangannya, walaupun ada pembeli yang melirik jijik ke arah barang dagangannya, namun ada yang membeli dagangan ibu tersebut. (dialog). Matahari semakin erik dan membuat sayur mayur dagangan ibu tersebut sedikit layu, keringat bercucuran di dahi sang Ibu. Ia menyeka keringatnya sambil terus menawarkan barang dagangannya.
BABAK V
Seperti biasa, preman pasar datang meminta pajak tempat penjualan, yang bukan masuk sebagai pendapatan tambahan daerah sebagai retribusi. Namun, masuk ke kantong para preman tersebut. Sang ibu menggunakan uang hasil dagangannya untuk membayar pajak tersebut agar ia tetap dapat berjualan dengan aman di sini.
Setelah preman pergi, preman sengaja menginjak kubangan becek yang berada pada sekitar dagangan ibunya, sehingga airnya terciprat ke salah satu bagian dagangannya. Ibu tersebut, akhirnya mengambil sayur tersebut dan buru-buru ia cuci agar terlihat bersih dan segar kembali. Setelah itu, ia tetap menawarkan dagangannya tak henti kepada setiap pengunjung pasar yang lewat.
BABAK VI
Seketika terjadi keributan, preman berlari kencang melewati lapak dagangan sayur ibu tersebut disusul dengan seorang wanita yang berlari mengikuti sambil berteriak copet. Ternyata preman tersebut telah berbuat ulah yaitu mencopet pengunjung pasar.
Penampilan korban pencopetan itu memang sangat menarik. Ibu tersebut menunjukkan bahwa ia orang kaya dengan baju dan tas yang dipakai, selain itu ia juga memakai perhiasan berlebih yang mengundang kejahatan. Ia tak sadar, bahwa ia bukan sedang berbelanja di sebuah supermarket, namun ia hanya berbelanja di pasar tradisional yang kumuh, bau, dan tidak nyaman.
Sang Ibu pedagang sayur miris melihat kondisi pasar yang ia tempati sebagai jualan seperti ini, tidak adanya kenyamanan yang terlihat, walaupun ia suka membandingkan kios sayur di dalam pasar dengan lapak sayur di pinggiran pasar, ia tak melihat perbedaan yang sangat signifikan. Sama-sama kotor, sama-sama tidak terawat, sama=sama bau dan sama-sama tidak nyaman.
BABAK VII
Waktu telah menunjukkan pukul 2 dimana ia harus pulang dan mulai membereskan barang dagangannya, karena pukul 1 saja sudah tidak ada pembeli yang datang untuk membeli barang dagangannya. Sambil merapikan dagangannya, tetangga lapak dagangannya mengajak ia mengobrol bahwa telah ada surat edaran yang beredar bahwa akan ada pemindahan sementara pasar, karena pasar akan digusur, dan direvitalisasi. Namun, ia mendengar dari tetangga lapak dagangannya yang tidak setuju akan hal tersebut. Terutama para pedagang kios dalam pasar yang takut nasibnya akan berubah karena belum tentu ada jaminan, mereka dapat mendapat tempat berjualan di dalam.
Semua hal kontra mengenai rencana revitalisasi terdengar dari para tetangga pasarnya, ia hanya mendengarkan tanpa berkomentar. Karena ia tak ingin cepat menyimpulkan kabar burung tersebut. Pedagang tersebut berbicara sambil pulang ke rumah membawa barang sisa dagangannya.
BABAK VIII
Namun, tak sengaja percakapan para pedagang terdengar oleh mafia proyek revitalisasi, anak buah mafia tersebut yang mendengar percakapan tersebut pun melaporkan hal tersebut kepada bosnya. Tercetuslah ide yang paling jahat dan tidak memikirkan rasa manusiawi yaitu dengan membakar pasar.
BABAK IX
Keesokan paginya...
Sang ibu yang sedang berada dikulakkan, mendengar berita bahwa pasar tempat ia berdagang telah mengalami kebakaran. Beliau pun langsung berlari menuju ke arah pasar bersama pedagang-pedagang lain yang berada dikulakkan tersebut. Ketika sampai mereka menangis, sang Ibu hanya bisa berdoa meratapi hal tersebut.
BABAK X
Beberapa bulan kemudian....
Setelah pasar dilakukan pembangunan kembali....
Sang ibu mendapatkan jatah satu kios, ketika ia berjalan membawa barang dagangannya. Ia sampa di depan kiosnya dan menyapa tukang sapu yang dulunya mantan preman pasar. Lalu membereskan barang dagangannya. Dagangan ibu tersebut laris manis, karena kondisi pasar yang sangat rapi, bersih, tertata, dan nyaman membuat banyak pengunjung tertarik membeli barang dagangannya.
BABAK XI
Setelah dagangannya laris manis, ia bersiap untuk pulang bersama pedagang lainnya. Seketika ia menemukan koran yang tergeletak di laci uang kios ibu tersebut. Ia melihat kover depannya. Temannya yang sedang menunggunya yang berhadapan dengan persis melihat heran pada ibu tersebut karena ibu tersebut senyum-senyum sendiri. Dan ibu tersebut menunjukkan artikel tersebut. Bahwa apa yang mereka pikirkan mengenai revitalisasi pasar ialah salah. Revitalisasi pasar malah membantu pedagang menjadi pedagang yang dapat bersaing dengan supermarket dengan produk yang lebih segar dibanding yang ada di supermarket.